Gus Cokro ST |
Disadari atau tidak, manusia itu ibarat musafir yang sedang melakukan
perjalanan jauh. Bedanya, perjalanan manusia itu untuk menuju Allah SWT
dan kampung akhirat. Manusia datang dari Allah. Hidup di dunia karena
Allah. Ujungnya, kembali lagi di hadapan Allah.
Lantas, untuk apa kita hidup di dunia? Hidup di dunia adalah bagian dari ujian di awal perjalanan manusia. Sisanya adalah menjadi tanah di dalam kubur. Dan, akhir perjalanannya berakhir di hadapan Allah. Lalu, sudah siapkah kita untuk menghadap Allah?
Kematian itu rahasia yang tak seorang pun mengetahui, kecuali Allah dan malaikat-Nya. Ketika, tiba-tiba nyawa lepas dari jasad kita, apakah kita sudah siap mempertanggungjawabkan hidup yang kita jalani di dunia?
Hidup yang selama ini kita tempuh merupakan ujian untuk membedakan mana manusia yang baik dan buruk amalnya. Dan, jelas balasannya berbeda jauh. Manusia yang baik jaminannya surga. Manusia yang buruk, siap-siap saja masuk neraka.
Maka, hidup di dunia sejatinya adalah ladang mencari bekal-bekal terbaik untuk menghadap Sang Pencipta. Ada sejumlah bekal yang harus dipersiapkan manusia. Pertama, bekal utama kita untuk menghadap Allah adalah takwa.
Allah berfirman, “Dan siapkanlah bekal karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (al-Baqarah: 197). Takwa merupakan bekal yang sangat diperlukan manusia. Tanpa takwa, Allah tidak rela memberikan pertolongan kepada hamba-Nya.
Tanpa takwa, Allah tidak akan menerima amalan hamba-Nya. Takwa juga merupakan syarat keberhasilan usaha di dunia dan keselamatan di akhirat kelak.
Kedua, bekal kita adalah ilmu. Allah berfirman, “Sesungguhnya, yang takut kepada Allah dari para hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
Kalau kita enggan belajar akan membuat kerusakan, tidak membuat perbaikan, tidak bermanfaat, tapi justru merugikan, tidak menang, tapi pasti kalah dan tersesat. Apalagi, orang yang rajin beramal sekalipun tanpa disertai ilmu, seperti orang berjalan bukan pada jalannya.
Jangan sampai, amalan yang kita lakukan berbuah sia-sia tanpa dasar ilmu. Ketiga, bekal kita adalah tawakal. Allah berfirman, “Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya dia akan mencukupinya.” (ath-Thalaq: 3).
Tawakal akan menanamkan kepada hati kesungguhan dalam menggantungkan diri kepada Allah. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, segala sesuatunya Allah yang menentukan. Maka, biarkan Allah yang mencukupi kita selama hidup di dunia.
Keempat, bekal selanjutnya adalah syukur. Allah berfirman, “Mengapa Allah akan menyiksa kalian kalau kalian bersyukur dan beriman?” (an-Nisa: 147).
Bentuk rasa syukur itu meliputi syukur dengan lisan, hati, dan dengan tindakan kita. Ingat, sesungguhnya nikmat-nikmat itu akan lestari karena syukur dan akan hilang dengan kufur.
Kelima, bekal kita adalah sabar. Allah berfirman, “Sesungguhnya, Allah itu menyertai orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 153). Apa pun profesinya, manusia sangat memerlukan kesabaran. Seorang guru tentu memerlukan kesabaran dalam mengajar anak didiknya.
Begitu juga dengan profesi yang lain. Bahkan, orang yang tertimpa musibah juga harus senantiasa bersabar. Jadikanlah sabar sebagai penolong kita karena yakinlah Allah bersama dengan orang-orang yang sabar terhadap ujian hidup di dunia.
Keenam, bekal yang lain adalah zuhud (tidak mencintai dunia). Rasulullah SAW bersabda “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu dan janganlah mencintai apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia mencintaimu!” (HR Ibnu Majah)
Terakhir, bekal kita adalah itsarul akhirah (mengutamakan akhirat). Sebagaimana Allah berfirman, “Barangsiapa menghendaki akhirat dan mengusahakan bekal untuknya sedangkan dia beriman maka mereka itulah yang dibalas usaha mereka.” (al-Isra’: 19)
Inilah bekal yang harus kita persiapkan sebelum nantinya Allah memanggil kita untuk menghadap-Nya. Yakinlah, inilah bekal yang menolong kita dalam memikul beban kewajiban syariat dalam kehidupan dunia ini.
Lantas, untuk apa kita hidup di dunia? Hidup di dunia adalah bagian dari ujian di awal perjalanan manusia. Sisanya adalah menjadi tanah di dalam kubur. Dan, akhir perjalanannya berakhir di hadapan Allah. Lalu, sudah siapkah kita untuk menghadap Allah?
Kematian itu rahasia yang tak seorang pun mengetahui, kecuali Allah dan malaikat-Nya. Ketika, tiba-tiba nyawa lepas dari jasad kita, apakah kita sudah siap mempertanggungjawabkan hidup yang kita jalani di dunia?
Hidup yang selama ini kita tempuh merupakan ujian untuk membedakan mana manusia yang baik dan buruk amalnya. Dan, jelas balasannya berbeda jauh. Manusia yang baik jaminannya surga. Manusia yang buruk, siap-siap saja masuk neraka.
Maka, hidup di dunia sejatinya adalah ladang mencari bekal-bekal terbaik untuk menghadap Sang Pencipta. Ada sejumlah bekal yang harus dipersiapkan manusia. Pertama, bekal utama kita untuk menghadap Allah adalah takwa.
Allah berfirman, “Dan siapkanlah bekal karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (al-Baqarah: 197). Takwa merupakan bekal yang sangat diperlukan manusia. Tanpa takwa, Allah tidak rela memberikan pertolongan kepada hamba-Nya.
Tanpa takwa, Allah tidak akan menerima amalan hamba-Nya. Takwa juga merupakan syarat keberhasilan usaha di dunia dan keselamatan di akhirat kelak.
Kedua, bekal kita adalah ilmu. Allah berfirman, “Sesungguhnya, yang takut kepada Allah dari para hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
Kalau kita enggan belajar akan membuat kerusakan, tidak membuat perbaikan, tidak bermanfaat, tapi justru merugikan, tidak menang, tapi pasti kalah dan tersesat. Apalagi, orang yang rajin beramal sekalipun tanpa disertai ilmu, seperti orang berjalan bukan pada jalannya.
Jangan sampai, amalan yang kita lakukan berbuah sia-sia tanpa dasar ilmu. Ketiga, bekal kita adalah tawakal. Allah berfirman, “Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya dia akan mencukupinya.” (ath-Thalaq: 3).
Tawakal akan menanamkan kepada hati kesungguhan dalam menggantungkan diri kepada Allah. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, segala sesuatunya Allah yang menentukan. Maka, biarkan Allah yang mencukupi kita selama hidup di dunia.
Keempat, bekal selanjutnya adalah syukur. Allah berfirman, “Mengapa Allah akan menyiksa kalian kalau kalian bersyukur dan beriman?” (an-Nisa: 147).
Bentuk rasa syukur itu meliputi syukur dengan lisan, hati, dan dengan tindakan kita. Ingat, sesungguhnya nikmat-nikmat itu akan lestari karena syukur dan akan hilang dengan kufur.
Kelima, bekal kita adalah sabar. Allah berfirman, “Sesungguhnya, Allah itu menyertai orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 153). Apa pun profesinya, manusia sangat memerlukan kesabaran. Seorang guru tentu memerlukan kesabaran dalam mengajar anak didiknya.
Begitu juga dengan profesi yang lain. Bahkan, orang yang tertimpa musibah juga harus senantiasa bersabar. Jadikanlah sabar sebagai penolong kita karena yakinlah Allah bersama dengan orang-orang yang sabar terhadap ujian hidup di dunia.
Keenam, bekal yang lain adalah zuhud (tidak mencintai dunia). Rasulullah SAW bersabda “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu dan janganlah mencintai apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia mencintaimu!” (HR Ibnu Majah)
Terakhir, bekal kita adalah itsarul akhirah (mengutamakan akhirat). Sebagaimana Allah berfirman, “Barangsiapa menghendaki akhirat dan mengusahakan bekal untuknya sedangkan dia beriman maka mereka itulah yang dibalas usaha mereka.” (al-Isra’: 19)
Inilah bekal yang harus kita persiapkan sebelum nantinya Allah memanggil kita untuk menghadap-Nya. Yakinlah, inilah bekal yang menolong kita dalam memikul beban kewajiban syariat dalam kehidupan dunia ini.