Gus Cokro ST: Penyesalan Lewat Istighfar

Gus Cokro ST
Istigfar biasanya mempunyai kaitan dengan tobat atau pertobatan. Hal ini bisa disimak dari firman Allah, ''Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya'' (QS Al-Maidah [5]: 74).

Lalu apakah dengan demikian istigfar sama dengan bertobat? Dalam hal ini tobat mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam bertobat, seseorang terikat untuk melaksanakan syarat-syarat pertobatan, bila ia melanggarnya maka tobatnya dengan sendirinya menjadi tertolak. Syarat-syarat itu antara lain: menyesali dosa-dosanya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama pada masa mendatang, memperbanyak melakukan kebaikan, amal ibadah ataupun ketaatan, menjauhi perbuatan buruk dan beberapa yang lain lagi.

Salah satu dari sekian tuntutan bagi orang yang bertobat ialah mengucapkan istigfar. Artinya, istigfar merupakan bagian dari tobat atau pertobatan. Meski demikian, istigfar memiliki nilai yang tinggi diantara amalan-amalan ibadah, khususnya dalam kelompok ibadah dan zikir. Rasulullah SAW bersabda, ''Yang terbaik diantara kamu ialah orang yang sering tergoda, tetapi sering bertobat (sering kembali kepada Allah) dengan perasaan menyesal atas dosa yang diperbuatnya dengan jalan memperbanyak istigfar. '' Di sini jelas hubungannya tobat dengan istigfar merupakan cara untuk menuju pertobatan.

Dengan membiasakan istigfar, maka bukan hanya dosa-dosa masa lalu dan masa kini, tetapi dosa-dosa masa mendatang pun telah mendapat jaminan diampuni Allah bahkan beristigfar dapat mendatangkan kesempurnaan nikmat (karunia) Allah. Firman-Nya, ''Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.'' (QS Al-Fath [48]: 2).
 
 

Gus Cokro ST: Indahnya Istighfar

Gus Cokro ST
Manfaat istigfar dalam kehidupan sehari-hari pertama, memperoleh kenikmatan hidup secara terus-menerus. Allah SWT berfirman, ''Dan hendaklah kamu beristigfar (meminta ampun) kepada Tuhanmu dan bertobatlah kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Dia (Allah) akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia (Allah) akan memberikan kepada tia-tiap orang yang mempunyai keutamaan (ketaatan/amal kebaikan) (QS Hud [11]: 3).

Kedua, dibebaskan dari perasaan tertekan atau kedukaan. Ketiga, Membukakan jalan keluar atas kesulitan. Rasulullah SAW bersabda, ''Dan Dia (Allah) akan memberikan (membukakan) jalan keluar bagi kesempitannya (kesulitannya).'' Keempat, memudahkan datangnya rezeki. Nabi SAW bersabda, ''Barangsiapa yang merasa diperlambat (tersendat-sendat) rezekinya, hendaknya dia beristigfar kepada Allah.'' (HR Baihaqi dan ar-Rabi'i).

Selain itu, manfaat lain dari mendawamkan istigfar antara lain, mendatangkan keselamatan, menimbulkan ketenteraman hati, mendatangkan ampunan dosa, menumbuhkan sifat-sifat keutamaan kepada seseorang, dan dicintai Allah. 

Gus Cokro ST: Monggo Istighfar

Gus Cokro ST
Istigfar merupakan permohonan ampunan dari manusia selaku hamba yang memiliki sifat ketergantungan kepada Allah, Zat yang telah menciptakan diri-Nya dan yang berkuasa menentukan bagaimana nasib dirinya sebagai makhluk Allah.
Permohonan ampunan ini semata-mata ditujukan kepada Allah, tidak kepada yang lainnya. Permohonan ampunan itu juga bersifat langsung kepada Allah tanpa melalui perantara, sehingga merupakan permohonan ampunan yang amat murni dari lubuh hatinya.

Allah SWT berfirman: ''Mereka takut kepada Tuhannya yang berkuasa atas (nasib baik buruknya) mereka dan melaksanakan yang diperintahkan (kepada mereka)''. (QS a-An-nahl [16]: 50). Realisasi istigfar diungkapkan dalam bentuk kalimat-kalimat istigfar seperti berikut ini Gufraanaka Rabbanaa wa ilaikal masiir (Ampunilah kami, ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah kami kembali) (QS Albaqarah [2]: 285).


Gus Cokro ST: Gus Dur dan Para Orang Gila dari Jombang

Gus Cokro ST
Semua orang pasti cinta dan bangga dengan kota kelahirannya, termasuk mantan Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur . Banyak cara orang menunjukkan kebanggaan itu. Gus Dur misalnya, dengan cara humor dia pun bangga dengan tokoh-tokoh asal kota kelahirannya, Jombang.

Seperti dikutip dari Koran TEMPO edisi Senin, 23 Desember 2002, bagi Gus Dur , kota kecil di provinsi Jawa Timur itu telah melahirkan 'tokoh-tokoh gila' untuk negeri ini.

Paling tidak, kata dia, kota Jombang telah melahirkan tujuh 'orang gila' Indonesia. Urutan pertama, kata Gus Dur , adalah Dr. Nurcholis Madjid. Berada di urutan kedua, dia sendiri (Abdurrahman Wahid). Ketiga adalah budayawan Emha Ainun Najib.

Sementara urutan keempat, Gus Dur menyebut Wardah Hafizd. "Dia itu pejuang kaum miskin, membela para tukang becak di Jakarta," kata Gus Dur waktu itu.

Keempat, Sono Hafizd, kakak kandung Wardah Hafid. Menurut Wahid, Sono Hafid ini pernah menyerbu markas kepolisian di Cicendo, Jawa Barat. Keenam, Asmuni Srimulat. "Barangkali Asmuni inilah orang yang paling gila di antara kami," ujarnya sembari tergelak saat bicara di kantor Dian Interfidei, Jalan Banteng Utama 59 Yogyakarta, Jumat (20/12).

Orang ketujuh yang masuk daftar 'orang gila' kelahiran Jombang, menurut Gus Dur , adalah Abubakar Baasyir, Amir Majelis Mujahidin. Baasyir banyak dikait-kaitkan dengan kasus terorisme. Sayangnya, Gus Dur tak memerinci bagaimana 'kadar kegilaan' tujuh orang tokoh kelahiran Jombang ini.

Jombang memang unik. Di kota kecil itu banyak bercokol tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar di republik ini. Kiai, budayawan, komedian, politisi, pejabat publik, penyanyi, hingga dukun lahir dari kota itu.

Seperti termuat dalam buku berjudul: "Orang-orang Jombang" yang ditulis pemerintah kabupaten. Dari kota kelahiran Gus Dur itu bercokol nama-nama hebat. Selain 7 orang yang disebut Gus Dur , masih ada nama lain di antaranya; Hasyim Asy'ari, A Wahid Hasyim, Wahab Hasbullah, Bisri Syansuri, dan Musta'in Romli.

Belum lagi nama penyanyi Gombloh yang popular dengan lagunya "Kebyar-kebyar", kemudian budayawan Cak Durasim yang namanya diabadikan sebagai nama tempat pusat kebudayaan di Surabaya, lalu nama tokoh ludruk Markeso dan Bolet. Generasi sekarang ada nama Muhaimin Iskandar, menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Selain melahirkan tokoh, Jombang juga melahirkan orang-orang unik, bahkan cenderung berperilaku ganjil. Sebut saja nama Choirun si haji nunut asal Sumobito yang namanya menggemparkan Indonesia pada pertengahan 1990 silam.

Nama lain? Anda tentu ingat dengan dukun cilik Ponari dan Very Idham Henyansyah alias Ryan si jagal dari Jombang. Jangan lupakan pula nama Eyang Subur yang sempat berseteru dengan artis Adi Bing Slamet.

Jombang diambil dari kata Ijo dan Abang. Kota kecil dengan luas wilayah sekitar 1.159,50 kilo meter persegi, itu merupakan titik temu perpaduan dua budaya. Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata Ijo dan Abang. Ijo mewakili kaum santri (agamis), dan abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen yang lekat dengan budaya Matraman).

Kedua kelompok tersebut hidup berdampingan dan harmonis di Jombang sejak lama. Bahkan ada yang menyebut sejak zaman Majapahit silam. Di kota itu masyarakat lintas agama dan budaya hidup rukun berdampingan, dan nyaris tak pernah muncul gesekan.

Lepas dari semua itu, seperti daerah-daerah lain, Jombang juga turut melahirkan tokoh-tokoh penting di negeri ini, termasuk Gus Dur .

Anda tentu sepakat, Gus Dur sekarang tak bisa hanya diklaim milik orang Jombang. Sebab dia telah menjadi milik orang Indonesia bersama tokoh-tokoh penting lain dari daerah itu, yang tak sedikit memberi kontribusi untuk keutuhan republik ini.

Betapa bangganya kami menjadi Putra Jombang! Semoga Allah senantiasa memberkahi kota kami, aman dan damai untuk semua yang mendiami, aamiin... 


Gus Cokro ST: Jangan Ratapi Jenazah

Gus Cokro ST
Tangis pecah kala bahagia datang. Pada kesempatan lain, duka menerjang. Air mata juga mengalir membasahi pipi. Duka bisa hadir dalam bentuk apa pun, seperti kematian orang yang dicintai. Anggota keluarga tak jarang menangis mengungkapkan kesedihan karena ditinggalkan untuk selamanya. Bolehkah Muslim menangisi mereka yang meninggal?

Menurut ulama ternama Sayyid Sabiq, ulama bersepakat bahwa menangisi jenazah diperbolehkan asal tak disertai jeritan dan ratapan. Ia menjelaskan, dalam sebuah hadis, Rasulullah mengatakan, sesungguhnya Allah SWT tidak menyiksa karena tetesan air mata dan bukan karena kesedihan hati.

Tapi, Allah menyiksa karena ini, kata Rasulullah sambil memberi isyarat menunjuk pada lisannya. Rasul juga menangis menghadapi kematian anaknya, Ibrahim. Demikian diungkapkan hadis yang diriwayatkan Bukhari yang dikutip dalam Fikih Sunnah, karya Sayyid Sabiq.

Sesungguhnya, mata meneteskan air matanya, hati diliputi kesedihan, tetapi aku tidak mengucapkan, kecuali apa yang diridhai Tuhan kami, sesungguhnya kami sangat bersedih atas perpisahan ini wahai Ibrahim, ujar Muhammad SAW. Air mata mengalir dari pelupuk mata beliau saat roh Umimah binti Zainab meninggalkan raganya.

Sa’ad sempat berkata pada manusia bergelar yang terpercaya itu mengenai tangisan terhadap orang yang sudah meninggal. Jawaban terlontar dari mulut kekasih Allah itu, bahwa apa yang ia lakukan adalah rahmat yang ditambahkan Allah ke dalam hati hamba-Nya. Allah hanya berbelas kasihan kepada hamba-Nya yang bersifat welas asih.

Mengenai soal ini, Imam Thabrani meriwayatkan apa yang disampaikan Abdullah bin Zaid. Sahabat Rasul itu menjelaskan, tangisan atas meninggalnya seseorang yang tak disertai ratapan dan jeritan tidaklah mengapa. Lalu ia melanjutkan, tangisan yang dibarengi ratapan bisa menjadi penyebab disiksanya mayat.

Umar pernah terkena tikaman dan ia pingsan. Orang-orang di sekitarnya menangisinya dengan ratapan dan jeritan. Setelah ia sadar dari pingsan, ia tahu orang meratapinya dan ia mengingatkan bahwa menurut Rasul mayat akan disiksa atas tangisan orang yang masih hidup. Ada hadis lain serupa yang diriwayatkan Bukhari.

Sayyid Sabiq menuturkan, hadis itu bermakna orang yang meninggal merasakan sakit atas ratapan keluarganya. Sebab, hakikatnya orang yang meninggal dapat mendengar tangisan keluarganya dan mengetahui perbuatan mereka. Namun, ia menegaskan, hadis itu bukan berarti orang meninggal akan disiksa karena dosa tangisan keluarganya.

Apalagi, dalam Islam, ditegaskan seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Sabiq menambahkan, ada banyak hadis menerangkan mengenai dilarangnya meratapi orang yang meninggal dunia. Hadis yang bersumber dari Abu Malik al-Asy’ari menerangkan, ada empat perilaku umat Muhammad yang merupakan perilaku jahiliyah.
Keempat perilaku itu adalah berbangga dengan keturunan, mencela keturunan orang lain, meminta hujan pada ahli nujum, dan meratap. Sementara itu, Ummu Athiyah menginformasikan bahwa Rasul meminta umatnya berjanji agar tak meratapi orang yang meninggal dunia.
 
 

Gus Cokro ST: Jangan Menggunjing Keburukan Saudara

Gus Cokro ST
Selain meratap, mencela dan menyebutkan keburukan-keburukan jenazah kaum Muslimin juga tak diperkenankan. Hadis yang bersumber dari Aisyah menuturkan agar umat Islam tidak mencela orang yang sudah meninggal karena mereka telah memperoleh balasan atas apa yang telah mereka lakukan. 

Bagi mereka yang melakukan perbuatan fasik, perilaku bid’ah atau perbuatan buruk lainnya, menyebutkan semua keburukan yang dilakukannya diizinkan. Syaratnya, dari penyebutan keburukan itu, ada kemaslahatan bagi yang lain atau sebagai pelajaran agar tak ditiru oleh orang lain.

Sebaliknya, jika tidak ada manfaat apa pun dari penyebutan keburukan itu, perbuatan tersebut tak diperbolehkan. Menurut Anas, suatu ketika para sahabat melintasi jenazah dan mereka memuji segala kebaikan yang pernah dilakukan orang itu selama masih hidup. Rasulullah mengatakan kepada sahabatnya, mereka harus melakukannya.

Mereka melewati jenazah lainnya dan mencela perbuatan yang dilakukan orang yang meninggal itu semasa hidupnya. Rasul mendukungnya dan Umar bertanya apa maksud pernyataan sahabatnya itu. Nabi Muhammad menjelaskan, jenazah itu dipuji atas kebaikan yang pernah dilakukannya dan berhak masuk surga. 

Sedangkan jenazah lainnya dicela atas keburukannya, ia pantas masuk neraka. Ia mengatakan kepada para sahabatnya bahwa mereka merupakan saksi-saksi Allah yang ada di dunia.
 
 

Gus Cokro ST: Menjaga Lidah yang Tak bertulang

Gus Cokro ST
Lidah memang tak bertulang, demikian ungkapan yang lazim beredar di telinga. Goresan yang disebabkan lidah sering kali lebih membekas ketimbang sayatan benda tajam sekalipun. Maka, Islam menganjurkan lebih baik diam daripada berbicara tak tentu arah, apalagi berkata keburukan.    
Imam al-Ghazali, dalam magnum opusnya Ihya Ulumiddinmemaparkan sejumlah kiat agar tak mudah terpeleset lidah. Kesemua langkah itu pada hakikatnya merupakan upaya pengendalian diri untuk mengatur dan mengelola pergerekan lidah dengan baik.

Langkah pertama, ungkap sosok kelahiran Thus 1058 M/150 H itu, jauhi perbincangan yang tak penting atau sekadar hura-hura. Di antara kesalahan lidah, kala membicarakan hal-hal yang tak perlu. Rasulullah SAW pernah menegaskan, sebaik-baik keislaman seorang ialah saat ia meninggalkan perkara yang tak perlu. Termasuk, berbicara yang tidak membawa manfaat.

Suatu ketika, seperti dinukilkan Anas bin Malik RA, Rasulullah pernah mengomentari seorang sahabat yang terdiam kala sang ibu mengusap wajahnya. Sahabat itu, mengikatkan ke perut untuk menahan rasa lapar. Peristiwa itu terjadi ketika Perang Uhud. “Tidakkah engkau ketahui mengapa ia terdiam saja? Mungkin, ia tidak ingin berbicara yang tidak perlu atau ia menolak dari hal-hal yang membahayakan dirinya.”

Cara yang kedua, menurut tokoh yang bermazhab Syafi'i ini, jaga diri boros berbicara. Membicarakan apa pun dengan cara yang berlebihan pula. Biasanya, ini dilakukan untuk menarik perhatian seseorang. Padahal, topiknya sangat tidak penting dan tidak ada kaitannya dengan objek yang diajak bicara.

Tuntunan untuk tidak boros pembicaraan tersebut sesuai dengan seruan Alquran dalam surah an-Nisaa ayat ke-114. “Tidak ada kebaikan pada banyaknya suatu obrolan kecuali dalam perbincangan itu ada perintah untuk bersedekah, berbuat baik, atau perintah untuk mendamaikan sesama manusia.”

Dan ketiga, menurut figur yang pernah menjadi kanselir di Madrasah Nizhamiyah Baghdad itu,  jangan sampai lidah terpancing dengan obrolan-obrolan yang berkaitan dengan perkara batil. Kerap berbicara batil bisa mengantarkan seseorang ke api neraka. Penegasan ini seperti yang diabadikan dalam Alquran.

Surah al-Muddatsir ayat 42-45 mengisahkan tentang perbincangan antara ahli surga dan penghuni neraka. Ketika penghuni neraka ditanya, apa pasal mereka masuk siksaan tersebut? “Dahulu kami tidak pernah melakukan shalat, tidak memberi makan kepada orang miskin, dan kami biasa mengobrolkan hal-hal yang batil dengan orang-orang yang membicarakannya.”
Syekh al-Ghazali yang berjuluk hujjat al-Islam mengatakan, cara yang keempat, jangan berdebat berlebihan. Debat memang berguna bagi murid yang sedang belajar. Tetapi, bagi seorang alim, debat adalah sesuatu yang harus ia hindari.  Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, walaupun perdebatan itu benar, Tuhan akan berikan kepadanya tempat paling tinggi di surga.”
 
Al-Ghazali, tokoh yang juga dikenal lewat karyanya Tahafut al-Falasifah menambahkan, cara yang kelima, jauhkan sebisa mungkin perkataan yang di dalamnya terkandung unsur permusuhan, kedengkian, menyakitkan, serta menjatuhkan harga diri orang lain. 
Menghargai seseorang lewat perkataan yang sopan dan santun akan sangat berdampak bagi kelanggengan silaturahim. Bahkan, berulang kali Rasul pernah mencontohkan agar tidak menghujat para sahabatnya. “Janganlah kau kecam sahabat-sahabatku.”

Untuk langkah yang keenam, Imam al-Ghazali yang terkenal dengan julukan Algazel di dunia Barat mengatakan, caranya tetap sederhana dan apa adanya dalam gaya berbicara. Tidak usah lebay. Rasulullah pernah memperingatkan tentang sejelek-jelek umatnya, salah satunya, mereka yang memperoleh kenikmatan pada pagi hari lantas banyak melebih-lebihkan pembicaraannya.

Sedangkan, langkah yang keenam, ujar tokoh yang wafat pada 505 H/ 1111 M itu, menghindari ucapan-ucapan kotor. Kata-kata kotor adalah kata-kata yang apabila diucapkan dianggap tidak sopan.

Sedangkan, kata-kata kasar adalah kata-kata yang sebaiknya tidak diucapkan karena ada kata-kata lain yang jauh lebih halus. Seorang mukmin harus bisa menyampaikan makna ingin diutarakannya dengan bahasa yang halus.

Termasuk poin keenam adalah mengekang diri untuk tidak gampang melaknat sesama. Rasulullah, seperti riwayat Bukhar dari Tsabit bin ad-Dhahak, menegaskan bahwa efek dari laknatan seorang mukmin kepada sesama, nyaris sama dengan membunuhnya.

Gus Cokro ST: Menunggu Kiamat Tiba

Gus Cokro ST
Waktu bagi kebanyakan orang hanyalah sebatas tanda pengingat ketika saat jam kantor. Pengingat masuknya waktu salat, pembeda antara siang dan malam, atau sebagai tanda bergantinya tahun demi tahun yang selalu dirayakan.

Namun, sebenarnya waktu jauh dari sekadar pengingat hal-hal yang diungkapkan di atas. Apa itu? Yaitu pengingat akan dekatnya hari kiamat. Hari berakhirnya kehidupan di alam semesta. Mengapa demikian?

Hal ini terungkap ketika kita mencoba menelaah penggunaan kata-kata al-Waqt dalam Alquran yang sering dikaitkan dengan terjadinya peristiwa hari kiamat. Jadi, al-Waqt dalam Alquran lebih menunjukkan kepada hari kiamat.

Kata al-Waqt hanya dipakai dua kali dalam Alquran, yaitu terdapat pada QS al-Hijr ayat 38 dan QS Shad ayat 81 dalam bentuk kalimat yang sama, Ilaa yaumi al-Waqti al-Ma’luum yang artinya sampai waktu yang telah ditentukan. Tak lain, ini merupakan tanda permulaan hari kiamat.

Dengan demikian, hari kiamat adalah hakikat waktu itu sendiri yang mengingatkan kita kiamat telah dekat. Ada masanya di pengujung perjalanan hidup kita di dunia ini akan bertemu dengan kiamat.

Bagaimana tidak? Semakin bertambahnya waktu hari kiamat semakin dekat, bumi semakin tua, hanya tinggal menunggu waktu hancurnya saja, begitu juga umur kita yang semakin lama semakin tua. Semua itu menunjukkan kiamat itu benar adanya.

Logikanya, makanan yang kita makan memiliki masa kedaluwarsa, tumbuh-tumbuhan, hewan, juga manusia akan melewati masanya, yaitu kematian. Begitu juga jagat raya ini, memiliki masa akhir, yaitu kiamat. Jadi, semua pasti ada akhirnya.

Hidup hanyalah sementara, tidak selamanya. “Allah telah menciptakan kamu sekalian dalam keadaan lemah, lalu menjadikan kamu dari keadaan lemah itu menjadi kuat, lalu menjadikan dari keadaan kuat itu lemah dan beruban.” (QS al-Ruum [30]: 54).

Manusia kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT tentang apa yang telah mereka perbuat selama ini. Tidak heran, pertanyaan mendasar yang dilontarkan pada hari kiamat adalah tentang waktu.

Dari Muadz bin Jabal, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Tidak akan bergeser sepasang kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga ia ditanya empat perkara; bagaimana umurnya ia habiskan, bagaimana waktu muda ia gunakan, bagaimana harta bendanya didapatkan dan dibelanjakan, dan apa yang telah dikerjakan dengan ilmunya.” (HR Thabrani dengan sanad yang sahih).

Jadi, sudah siapkah kita bertemu dengan hari kiamat? Untuk itu, sudah saatnya kita instrospeksi diri kita, sudah sampai di mana amalan kita? Ke mana saja umur kita habiskan?

Manfaatkalah waktu yang ada sebelum waktu itu berlalu, betapapun panjangnya umur manusia di dunia ini, sesungguhnya ia tetap pendek, selama penutup hidup adalah kematian. Seorang penyair berkata, “Jika akhir usia adalah kematian, tidak ada bedanya panjang atau pendeknya usia itu.”

Gus Cokro ST: Wedang Jae, Solusi Sehat Bagi Kita

Gus Cokro ST
Di tengah udara dingin akibat musim hujan yang telah datang seperti ini, meminum secangkir teh jahe adalah cara yang efektif untuk menghangatkan badan.

Selain berguna untuk menghangatkan badan, ternyata teh jahe juga mempunyai beragam manfaat bagi kesehatan. Berikut adalah khasiat teh jahe bagi kesehatan seperti dilansir dari indiatimes.com.

Meredakan mual
Bagi Anda yang akan bepergian jauh, sebaiknya minumlah secangkir teh jahe. Teh jahe mampu mencegah mual dan muntah serta morning sickness pada ibu hamil.

Meningkatkan kerja pencernaan
Teh jahe berguna untuk meningkatkan kerja pencernaan dan meningkatkan penyerapan makanan di dalam perut Anda.

Mengurangi peradangan
jahe mengandung sifat anti inflamasi yang ideal untuk mengurangi peradangan terutama yang berkaitan dengan masalah otot.

Melawan masalah pernapasan
Apabila Anda terkena flu, secangkir teh jahe mampu meredakan hidung Anda yang tersumbat. Teh jahe juga mampu meredam efek alergi.

Meningkatkan sirkulasi darah
Vitamin, mineral, dan asam amino yang ada di dalam teh jahe membantu memulihkan dan meningkatkan sirkulasi darah. Jahe juga dapat mencegah penumpukan lemak di aliran darah sehingga mencegah serangan jantung dan stroke.

Meredakan kram akibat menstruasi
Kram menstruasi adalah salah hal yang sangat tidak disukai wanita. Anda dapat meredamnya dengan mengonsumsi teh jahe. Teh ini membantu mengendurkan otot-otot dan juga meringankan rasa sakit.

Meningkatkan kekebalan tubuh
Teh jahe dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh karena tingginya tingkat anti oksidan di dalam jahe.

Menghilangkan stres
Teh jahe mempunyai sifat yang dapat menenangkan otot sehingga dapat membantu menurunkan.

Itulah alasan kenapa teh jahe adalah minuman yang sangat bermanfaat untuk kesehatan Anda. Selain itu, minuman herbal ini pun dapat Anda buat sendiri di rumah.

Gus Cokro ST: Sebarkan Salam, Sebarkan Cinta!

Gus Cokro ST dan Habib Mundzir (alm)
Perintah untuk menyampaikan salam tidak hanya terdapat dalam hadis-hadis Rasulullah SAW, tetapi juga di dalam Alquran. Salam telah didefinisikan oleh Alquran secara jelas. Sedangkan rincian tata cara dan aturan-aturannya dipaparkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam banyak hadis. 
Tuntunan salam di dalam Alquran dapat kita temukan dalam QS An-Nur, [24]: 27. Allah berfirman yang artinya, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.''

Sebaliknya, Allah memerintahkan kepada kaum Muslim untuk menjawab setiap salam yang diucapkan oleh saudaranya sesama Muslim. Balasan yang disampaikan hendaknya berupa salam yang sepadan atau yang lebih baik lagi. Dengan demikian terus terjadi komunikasi antara yang menyampaikan salam dan yang menjawabnya.

Allah berfirman yang artinya, ''Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa.''(QS An-Nisaa'[4]:86).

Apa sesungguhnya manfaat menyebarkan salam itu? Dijelaskan oleh Nabi SAW bahwasanya menyebarkan salam sama dengan menyebarkan cinta di tengah-tengah kehidupan umat Muslim. Beliau menggambarkan salam sebagai sesuatu yang akan membawa pada cinta, dan cinta akan membawa pada keimanan, dan keimanan akan membawa pada surga.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya, ''Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, engkau tidak akan masuk surga sehingga engkau beriman, dan engkau tidak akan beriman sehingga engkau saling mencintai, dan bolehkan aku katakan kepadamu tentang sesuatu yang, jika engkau melakukannya, engkau akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.'' (HR Muslim)

Manfaat lainnya, Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang terlebih dahulu mengucapkan salam akan berada dekat dengan Allah, dan lebih berhak mendapatkan ridha, anugerah, dan berkah dari-Nya. Sabda Nabi, ''orang-orang yang paling dekat di sisi Allah adalah orang yang mulai (mengucapkan) salam.''

Oleh karena agungnya manfaat mengucapkan salam ini, maka sebaiknya umat Islam tidak menggantikannya dengan sapaan-sapaan lain yang berasal dari tradisi di luar Islam, seperti ucapan selamat pagi, good morning (Inggris, selamat pagi), bonjour (Prancis, selamat pagi), dan lain-lain. Apa yang datang dari Allah dan Rasulnya merupakan kebenaran. Dan barang siapa menempatkan dirinya dalam kebenaran itu, niscaya ia akan mendapatkan keberuntungan berupa keselamatan di dunia dan akherat.

Gus Cokro ST: Mulutmu Harimaumu, Maka Jagalah!

Gus Cokro ST
Tidak ada kebaikan dari kebanyakan obrolan (bisikan) mereka kecuali pembicaraan orang yang menyuruh bersedekah, berbuat kebaikan, atau berdamai antarsesama. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari ridha Allah, kelak Kami memberinya pahala yang besar.” (QS 4: 114).

Menjaga lisan dari pembicaraan yang sia-sia sangat ditekankan dalam agama. Banyak ayat Alquran maupun hadis yang memerintahkan demikian. Dengan redaksi yang berbeda-beda, kedua rujukan tersebut mewanti-wanti kita agar hati-hati dalam berbicara.

Lisan menjadi kunci keselamatan sekaligus sumber malapetaka. Orang yang menjaga lisannya dengan berkata jujur, bertutur santun, serta hanya berbicara kebaikan akan selamat di dunia maupun di akhirat kelak.

Sebaliknya, lisan yang berkata kotor cenderung menyudutkan, merendahkan, menghina, apalagi memfitnah, dan mengadu domba akan mencelakakan.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap ucapan Bani Adam membahayakan dirinya, kecuali kata-kata berupa amar makruf dan nahi mungkar serta berzikir kepada Allah.” (HR Turmuzi). Hadis ini menunjukkan rentannya penggunaan lisan oleh seseorang.

Ibarat pedang bermata dua, lisan bisa menyelamatkan sekaligus membahayakan. Dalam kamus keseharian, sering kali kita mendengar pepatah mulutmu harimaumu.

Hal serupa juga ditemukan dalam pepatah Arab yang memiliki arti keselamatan manusia tergantung pada pemeliharaan lisan. Pepatah tersebut secara substansial sejurus dengan hadis Nabi di atas. Yakni, lisan selalu menjadi awal yang menentukan nasib manusia.

Lidah tidak bertulang, begitu kata para jenaka yang diabadikan dalam sebuah lagu. Bentuknya elastis, lentur, mudah digerakkan, menjulur ke mana saja yang dikehendaki. Namun, setiap kata yang dikeluarkan punya dampak sangat besar.

Tak ada sesuatu yang lebih tajam dari kata-kata. Begitu juga belum ada yang mampu menandingi kelembutannya. Bahkan, hal ihwal paling suci, seperti Alquran dan kitab lainnya, pertama kali disalurkan lewat lisan.

Manfaat dan bahaya lisan tidak hanya berlaku bagi si empunya. Terhadap orang lain dan lingkungan sekitar juga sama. Begitu banyak orang yang hidupnya hancur akibat ocehan lisan saudaranya.

Ocehan yang berisi fitnah, tuduhan keji, atau makian sumbing tanpa dasar yang dibenarkan. Tiba-tiba dalam waktu sekejap, yang awalnya dipuji kemudian dimaki, awalnya dipuja lalu dihina, awalnya dihormat lantas dilaknat.

Tentu saja, orang yang berbuat demikian kadar keimanannya compang-camping. Nabi  bersabda, “Tidak akan lurus iman seorang hamba sebelum lurus hatinya dan tidak akan lurus hati seorang hamba sebelum lurus lisannya.” (HR Ahmad).

Bahkan, pada taraf tertentu, orang itu tidak dapat dikatakan beriman. Rasulullah bersabda, “Yang disebut Muslim adalah orang yang lisan dan perbuatan tangannya membuat orang lain aman dan selamat.” (HR Muslim).

Karena itu, sejatinya sebagai seorang Muslim, kita harus menjaga perkataan. Sebisa mungkin kita menghindar dari perkataan yang tidak perlu. Kebiasaan menggosip, melebih-lebihkan pembicaraan, dan membumbui berita dari katanya ke katanya.

Lebih tegas lagi, Rasulullah bersabda, “Bukanlah seorang mukmin orang yang kata-katanya kotor, kasar, menusuk, dan melaknat.” Jika yang dilaknat adalah perbuatan dosa, biarlah Tuhan yang melakukan-Nya.

Sebab, sebagai seorang hamba, belum tentu kita lebih suci daripada orang yang kita maki, lebih mulia daripada yang kita hina. Akhirnya, akan lebih bermakna kalau kita renungi perkataan Malik bin Anas dalam menyikapi perbuatan dosa orang lain.

Ia berkata, “Jangan memandang dosa-dosa orang seolah kamu adalah Tuhan, perhatikanlah dosa-dosamu sebagai seorang hamba. Kasihanilah mereka yang terkena musibah (cobaan) dan bersyukurlah kamu yang selamat.”

Gus Cokro ST: Melatih Diri untuk Disiplin

Gus Cokro ST
Berbicara soal disiplin biasanya dikaitkan dengan pemenuhan aturan, terutama sekali pemanfatan waktu. Seseorang kita sebut disiplin apabila mengerjakan tugas dan pekerjaan yang diembannya dengan tepat pada waktunya. Contoh lainnya, seseorang dikategorikan disiplin dalam berlalu-lintas apabila dijalanan mematuhi segenap rambu-rambu lalulintas yang telah digariskan.

Islam mengajarkan bahwa menghargai waktu lebih utama sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Asr  103 ; ayat 1-3 yang artinya, “ Demi waktu, sesungguhnya, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”
Bahkan setiap hari kita diingatkan dengan apa yang disebut Shalat lima waktu, Betapa waktu sangat tertata, itu semua dihadirkan oleh Allah SWT, salah satunya adalah pengingat betapa ketepatan waktu dalam aktivitas adalah sesuatu yang mutlak adanya.

Hidup yang tertib dan teratur sangat menentukan sukses atau tidaknya seseorang dalam mengelola waktu secara disiplin. Oleh karena itu seorang muslim yang baik seyogyanya memanfaatkan waktu secara optimal semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Bukan kuantitas waktu itu yang jadi soal, melainkan apa yang kita kerjakan pada waktu yang sama. Sebab, ada orang yang dalam waktu24 jam mampu mengurus negara dan mengorkestrasi jutaan orang dalam satu gerak dan nafas pembangunan.

Karena itu untuk menumbuhkan etos kedisiplinan dalam diri kita dibutuhkan manajemen waktu agar kualitas diri kita dapat meningkat. Dan itu semua dapat dilakukan sedemikian rupa serta mampu mengatur waktu yang 24 jam itu untuk semua urusan. Biar cepat, efisien, dan selamat. Sudah lazim kita dengar pameo mengatakan, “alon-alon asal kelakon.” Barangkali d iera yang kompetitif seperti ini, pameo itu sudah terasa usang.  Terlalu statis. Pameo itu dapat kita dinamisasikanlagi. Kalau bisa cepatdan efisien, mengapa harus dibuat lambat. Fiman Allah SWT dalam surah 94:ayat 7 yang artinya, “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras(untuk urusan yang lain).”

Jika saja kita benar-benar hidup berdisiplin, maka jalan usaha dan kerja sebagai perwujudan beribadah kepada Allah akan selalu mendapat keridhaan serta kemudahan dari pada-Nya. Bukan oleh orang lain, akan tetapi hasil usaha kita sendiri. “ora et labora”  bekerja dan berdo’a yang harus kita gaungkan. Apabila kita ingin meraih sukses bangun dari tidurmu, lebih dulu dari ayam berkokok pada pagi hari. Maka marilah kita mulai dari sekarang dan dari diri sendiri. Kalau belum bisa sekaligus, marilah kita biasakan sedikit demi sedikit, dicicil, tapi rutin.

Itu tentu akan lebih baik ketimbang melakukan semua usaha kedisiplinan akan tetapi hanya sesaat setelah itu kembali hidup seperti semula. Bekerja dengan tergesa-gesa tidak lebih baik dari bekerja secara terprogram secara sistematik dapat membuahkan hasil yang lebih baik pula.

Gus Cokro ST: Bergosiplah, Maka Kamu Memakan Bangkai Saudara Sendiri

Gus Cokro ST
Selain meratap, mencela dan menyebutkan keburukan-keburukan jenazah kaum Muslimin juga tak diperkenankan. Hadis yang bersumber dari Aisyah menuturkan agar umat Islam tidak mencela orang yang sudah meninggal karena mereka telah memperoleh balasan atas apa yang telah mereka lakukan.
 
Bagi mereka yang melakukan perbuatan fasik, perilaku bid’ah atau perbuatan buruk lainnya, menyebutkan semua keburukan yang dilakukannya diizinkan. Syaratnya, dari penyebutan keburukan itu, ada kemaslahatan bagi yang lain atau sebagai pelajaran agar tak ditiru oleh orang lain.

Sebaliknya, jika tidak ada manfaat apa pun dari penyebutan keburukan itu, perbuatan tersebut tak diperbolehkan. Menurut Anas, suatu ketika para sahabat melintasi jenazah dan mereka memuji segala kebaikan yang pernah dilakukan orang itu selama masih hidup. Rasulullah mengatakan kepada sahabatnya, mereka harus melakukannya.

Mereka melewati jenazah lainnya dan mencela perbuatan yang dilakukan orang yang meninggal itu semasa hidupnya. Rasul mendukungnya dan Umar bertanya apa maksud pernyataan sahabatnya itu. Nabi Muhammad menjelaskan, jenazah itu dipuji atas kebaikan yang pernah dilakukannya dan berhak masuk surga.

Sedangkan jenazah lainnya dicela atas keburukannya, ia pantas masuk neraka. Ia mengatakan kepada para sahabatnya bahwa mereka merupakan saksi-saksi Allah yang ada di dunia.
 

Gus Cokro ST: Berjuang Jadi Insan Yang Dirahmati

Gus Cokro ST
Hidup yang dirahmati menjadi dambaan bagi setiap insan. Dengan rahmat Allah SWT, hidup terasa ringan seakan tanpa beban. Pikiran menjadi terang karena Sang Pencipta menganugerahkan cahaya kepada akalnya.

Dan, jiwa pun menjadi lapang sebab hatinya diluaskan oleh Yang Maha Melapangkan. Siapakah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat Allah itu? Melalui salah satu ayat-Nya dalam surat at-Taubah ayat 71, Allah menyebutkan ciri-ciri orang yang akan mendapatkan rahmat-Nya.

Pertama, mereka yang suka menolong. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melepaskan seorang mukmin dari satu kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskannya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa yang memberi kemudahan bagi seseorang yang sedang dalam kesulitan, Allah pasti akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang Muslim, Allah akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu mau menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Kedua, mereka yang suka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kepada yang mungkar. Rasul bersabda, “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya; apabila tidak mampu (juga) maka ubahlah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim, Ibnu Majah, dan Nasai).

Ketiga, mereka yang istiqamah mendirikan shalat. Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Mukminun [23]: 9-11)

Keempat, mereka yang menunaikan zakat. Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS at-Taubah [9]: 103).

Kelima, mereka yang menaati Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman, “Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS Ali Imran [3]: 132).

Dipastikan, bagi mereka yang memiliki sifat-sifat seperti di atas akan dibalas dengan surga yang telah dijanjikan.

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di Surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS at-Taubah [9]: 72).

Semoga Allah selalu membimbing kita untuk mendapatkan rahmat-Nya. Aamiin.



Gus Cokro ST: Stop Kufur Nikmat, Monggo Sukur Nikmat

Gus Cokro ST
Ada dua perkara yang harus diutamakan, pertama, mengenal nikmat, yakni menghadirkannya dalam hati, dan meyakininya.  Apabila seorang hamba sudah mengenal nikmat, maka dia akan beranjak ke tahap berikutnya ialah mengenal Tuhan yang memberi nikmat itu. 
Kedua, menerima nikmat. Dia sadar, bahwa nikmat tadi bukan lantaran keberhakan mendapatkannya, tapi hanyalah karunia dan kemurahan Allah.  Akhirnya, setelah memahami hakikat kedua hal itu, seorang hamba akan memuji Allah atas nikmat-Nya.
Esensi syukur terletak pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari.  Ibnu al-Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan.
Sehingga bentuk implementasi dari rasa syukur bisa beragam; shalat seseorang merupakan bukti syukurnya, puasa dan zakat seseorang juga bukti akan syukurnya, segala kebaikan yang dilakukan karena Allah adalah implementasi syukur. Intinya, syukur adalah takwa kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa ayat 147, Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. Bersyukur akan menjauhkan kita dari azab Allah SWT.  Sang Pencipta pun telah berjanji untuk melipatgandakan nikmatnya bagi hambanya yang bersyukur. Semoga kita menjadi insan yang bersyukur.


Gus Cokro ST: Halal atau Haram Makanan Kita Adalah Penentu Masa Depan Kita

Gus Cokro ST
Dikisahkan, Abu Bakar Ash Sidik pernah memasukkan ujung jarinya ke tenggorokan agar makanan yang sudah terlanjur ia telan, bisa keluar lagi begitu ia mengetahui makanan pemberian pelayannya itu adalah hasil dari usahanya menjampi seeorang di masa jahiliyah.

Sambil terus berusaha megeluarkan makanan dalam perutnya ia berkata, ''Seandainya makanan ini tidak bisa keluar kecuali dengan mengeluarkan nyawaku, sungguh aku akan melakukannya.

Begitulah Abu Bakar, sahabat sekaligus mertua dari Rasulullah SAW ini sangat besar perhatiannya dalam menjaga agar sesuatu yang haram tidak masuk ke dalam tubuhnya.

Sekecil apapun makanan, ketika masuk ke dalam tubuh seseorang, akan berpengaruh besar bagi kehidupan orang tersebut. Makanan halal akan memberi pengaruh baik, sedang makanan haram akan mendatangkan pengaruh yang buruk.

Dari Ibnu Abas RA. Diriwayatkan bahwa Sa’ad Abi Waqqash pernah berkata, “Ya Rasulullah, do’akan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan do’anya oleh Allah SWT.''

Rasulullah pun bersabda, “wahai Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan do’anya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya. Sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, tidak akan diterima amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. Ath-Thabrani).

Rasulullah SAW pernah menceritakan tentang seorang laki-laki yang habis menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu lalu mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdo’a, “wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.

Padahal makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan do’anya yang demikian. (H.R. Muslim).

Dari hadits di atas dijelaskan, ketika seorang mengonsumsi makanan haram, baik haram karena zatnya ataupun haram disebabkan karena cara mendapatkannya, maka akan mengakibatkan, pertama; do’anya tidak akan pernah dikabulkan Allah SWT. Kedua, amal kebaikannya tidak akan diterima, dan ketiga, di akherat akan ditempatkan dalam neraka.

Betapa besar resiko yang diakibatkan dari makanan yang haram, maka sudah seharusnya seorang muslim memperhatikan setiap makanan yang hendak dimakan, menjaga diri dan keluarga dari makanan haram, tidak memberi nafkah kecuali dari hasil nafkah yang halal.

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, ia berkata, “Ketika Perang Khaibar, para sahabat Nabi melihat para korban dan mereka berkata, “fulan syahid, fulan syahid,” hingga sampailah ketika mereka melewati seseorang, kata mereka “si fulan ini pasti syahid” hal itu disaksikan oleh Nabi, maka beliau bersabda “tidak, sungguh aku melihat dia dalam neraka gara-gara kain burdah yang ia ghulul. (HR. Muslim).

Nah, jika dikarenakan mengambil sesuatu yang belum menjadi haknya seorang mujahid yang gugur di medan perang saja pahalanya terganjal dan harus masuk neraka, padahal jihad merupakan puncaknya sebuah amal, lantas bagaimana dengan amalan-amalan lainnya jika pelakunya masih mengonsumsi, mengambil dan menerima sesuatu yang haram. Wallahu A’lam

Gus Cokro ST: Kalahkan Marahmu, Kendalikan Otakmu

Gus Cokro ST
Pada suatu hari Khalid bin al-Walid, Bilal bin Rabah, Abu Dzarr al-Ghifari, dan Abdurrahman bin 'Auf  berdiskusi mengenai strategi perang.

Diskusi yang tidak dihadiri Nabi Muhammad SAW ini meruncing, karena masing-masing tidak dapat mengendalikan diri, saling emosi dan ngotot mempertahankan pendapatnya. Usulan Abu Dzarr dinilai salah oleh Bilal.

Abu Dzarr tidak terima dan menyatakan: "Hai Negro, engkau telah berani menyalahkan pendapatku!". Bilal pun marah dan bersumpah akan mengadukan penghinaan Abu Dzarr itu kepada Nabi SAW.
   
Bilal kemudian meninggalkan tempat menuju rumah Nabi SAW. “Wahai Rasulullah, aku baru saja menerima perlakuan diskrimitif dari Abu Dzarr. Aku dibilang negro,” tutur Bilal kepada Nabi SAW. Seketika wajah Nabi SAW tampak memerah mendengar pengaduan itu.

Berita pengaduan ini pun akhirnya sampai kepada Abu Dzarr, sehingga ia bergegas menemui Nabi SAW di masjid Nabawi. "Wahai Abu Dzarr, engkau telah melakukan diskriminasi dengan menghina ibunya (Bilal). Sungguh dalam dirimu masih tertanam sifat jahiliyah," kata Nabi kepadanya.
    
Mendengar nasehat Nabi SAW tersebut Abu Dzarr menangis, dan memohon kepada Nabi SAW agar memintakan ampun kepada Allah SWT. Ia menyesali tindakan diskriminatifnya. Ia berjanji di hadapan Nabi SAW untuk tidak mengulanginya, dan segera  memohon maaf kepada Bilal.
   
Setelah itu, Abu Dzarr keluar dari masjid menemui Bilal sambil merangkak menempelkan pipinya di tanah. "Wahai Bilal, aku tidak akan mengangkat pipiku sebelum aku mencium kakimu. Engkau sungguh mulia, akulah orang yang terhina," seru Abu Dzarr sambil sesunggukan.
    
Melihat sikap penyesalan Abu Dzarr, Bilal pun menitikkan air mata, lalu mengulurkan tangannya kepada tangan Abu Dzarr agar berdiri. Keduanya kemudian berpelukan dan saling menangis: menyesali apa yang telah terjadi.
   
Kisah tersebut sarat dengan pesan moral mengenai pentingnya manajemen pengendalian diri, terutama berinteraksi dengan sesama dan dalam situasi penuh perbedaan pendapat.

Sebab, jika tidak dikelola dan dikendalikan dengan baik, seseorang akan mudah marah. Marah yang berlebihan dapat menyebabkan kehilangan akal sehat dan cenderung bertindak bodoh: menghina, diskriminasi, caci maki, anarki, dan sebagainya.
    
Karena itu, ketika ada seseorang menemui dan meminta wasiatnya, Nabi SAW menyatakan: "Janganlah engkau marah". Orang itu mengulangi lagi permintaannya sampai beberapa kali, Nabi SAW tetap menjawab sama: "Jangan marah!" (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ketidakmampuan mengendalikan diri berupa kemarahan itu ibarat bara api yang menyala dalam hati. Jika tidak dipadamkan, maka bara itu akan membakar dan menjerumuskan orang yang marah itu dalam kenistaan dan kehinaan.
     
Manajemen pengendalian diri dapat diaktualisasikan dengan beberapa tuntutan Nabi SAW berikut. Pertama, ketika mulai emosi dalam menghadapi suatu masalah atau kondisi, ucapkanlah a'udzu billahi minasy syaithanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).

Kedua, sabda Nabi SAW: "Apabila salah seorang di antara kamu marah, segeralah berwudhu karena marah itu ibarat api." (HR Abu Daud). "Marah itu karena setan, sedangkan setan itu diciptakan dari api. Api hanya bisa dipadamkan dengan air. Karena itu, jika engkau marah, berwudhulah." (HR Abu Daud).

Ketiga, menurut riwayat Abu Hurairah, jika Nabi SAW marah dalam posisi berdiri, beliau lalu duduk. Ketika marah dalam posisi duduk, beliau kemudian berbaring, maka hilanglah marahnya." (HR. Ahmad dan at-Turmudzi).

Keempat, seperti dilakukan oleh Abu Dzarr, segerahlah beristighfar kepada Allah dan memohon maaf kepada yang dimarahi atau dihina, agar bara emosi itu padam, dan pengendalian diri menjadi lebih stabil, tenang, dan menjadi pribadi yang menyenangkan.

Kelima, pembiasaan puasa sunnah untuk lebih dapat mengendalikan diri, menstabilkan emosi, dan meredam gejolak nafsu amarah yang berlebihan. Karena puasa merupakan salah satu solusi pengendalian diri yang paling efektif. Wallahu a’lam bish-shawab! 


Gus Cokro ST: Mari Bersyukur atau Akan Datang Azab Pedih

Gus Cokro ST
Allah SWT berfirman dalam Alquran yang artinya, “Jika kalian bersyukur atas nikmat-Ku, maka Aku akan tambahkan nikmat tersebut kepada kalian, dan jika kalian kufur maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Mensyukuri nikmat Allah SWT adalah keharusan yang dilakukan manusia, karena sangatlah banyak nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.

Biasanya kita bersyukur kepada Allah SWT kalau dapat uang, kita pun mengucapkan Alhamdulillah. Atau tatkala jabatan di kantor naik, barulah kita mengucap syukur kepada Allah SWT.

Sangat disayangkan, hingga saat ini yang ada dalam benak kita, rezeki Allah itu identik dengan harta, jabatan, kedudukan dan hal-hal materi lainnya.

Bahkan ada seorang hamba Allah yang merasa sangatlah miskin karena tidak punya uang, tidak punya kendaraan dan tidak punya rumah mewah. Dia merasa sangatlah miskin.

Setiap hari yang ia lakukan adalah mengeluh atas kondisinya. Yang dia inginkan adalah harta, uang, kekayaan dan lain sebagainya. Baginya, rezeki itu adalah uang, harta dan kekayaan.

Suatu malam dia bermimpi bertemu orang kaya. Dia meminta sejumlah uang. Orang kaya itu pun berkata, “Baiklah, saya akan berikan kepadamu Rp 50 juta, tapi kamu harus memotong dan menyerahkan kepada saya tangan kananmu.”

Mendengar itu, si miskin menjawab, “Saya tidak mau. Buat apa saya punya uang Rp 50 juta tapi tangan saya buntung.”
Orang kaya itu menaikkan tawarannya, “Baiklah kalau kamu tidak mau, saya akan beri kamu uang Rp 100 juta tapi kamu harus memotong kakimu sebelah kiri dan menyerahkannya kepada saya.” 

Si miskin dengan tegas menjawab, “Saya tidak mau. Buat apa punya uang Rp 100 juta tapi kaki saya buntung?”
Mendengar jawaban si miskin, orang kaya itu pun menaikkan tawarannya “Baiklah, saya naikkan tawaran saya, kamu akan saya beri uang Rp 200 juta, tapi congkel kedua matamu dan serahkan kepada saya.”

Mendengar itu, lagi-lagi si miskin berkata, “Buat apa saya punya uang Rp 200 juta tapi mata saya buta? Saya tidak mau,“ kata si miskin tegas.

Setelah tiga tawaran yang diajukan, orang kaya itu berkata, “Lantas, untuk apa kamu mengeluh terus menerus, tidak punya uang, tidak punya harta dan kekayaan? Bukankah dalam dirimu sudah kaya sekali? Bersyukurlah kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan.”

Mendengar penjelasan tersebut, si miskin terbangun dari tidurnya. Ia langsung beristighfar menyadari akan kekeliruannya selama ini.

Nikmat yang Allah berikan kepada umat manusia sangatlah banyak. Mulai dari nikmat sehat, nikmat iman dan nikmat islam. Semuanya itu jika dihitung, tidak akan pernah bisa dihitung.

Cobalah sejenak kita hitung dan renungkan berbagai nikmat Allah SWT mulai dari nikmat bangun tidur, nikmat bisa melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid, nikmat membaca Alqur’an di pagi hari, nikmat bisa menghirup udara segar dan nikmat bisa melihat matahari pagi.

Juga nikmat bisa berolahraga, nikmat sarapan pagi, nikmat berangkat ke kantor, nikmat mengendarai kendaraan, nikmat selamat sampai di kantor, nikmat bisa kembali ke rumah dengan selamat, nikmat memiliki istri dan anak-anak yang shaleh.

Nikmat dan karunia yang Allah SWT berikan kepada kita, tidak selalu berupa uang, melainkan berupa hal-hal lain yang nilainya sangat mahal.

Perbanyaklah bersyukur kepada Allah SWT agar kita semua menjadi abdan syakuro (hamba yang pandai dan selalu bersyukur) atas nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita. Amin. Wallahu 'alami bish shawab.

Gus Cokro ST: Memulyakan Puncaknya Perhiasan Dunia

Gus Cokro ST
Dunia adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salihah. Wanita dalam beragam kebudayaan dan persepsi sebelum Islam ibarat sayap yang patah, tidak memiliki kehormatan, hak-haknya dirampas, dan dianggap sebagai barang murahan jika sudah tidak layak jual. Astaghfirullah.

Islam datang, salah satunya, membawa misi memuliakan kaum wanita, mengembalikan kehormatan, kedudukan, dan kemanusiaannya. Selain itu, wanita adalah sebagai mitra bagi kaum pria dalam membangun peradaban dunia.

Di antara bentuk-bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita itu adalah, pertama, persamaan yang sempurna dalam hal pembentukan, kesatuan makhluk, pengadaan, asal, dan tempat tumbuh bersama kaum pria. (QS An-Nisa’ [4]: 1).

Kedua, wanita menyamai pria dalam taklif syariat, dan penerapan keimanan, kecuali dalam hal-hal yang khusus bagi wanita mengingat karakter dan penciptaannya. (QS An-Nisa’ [4]: 124).

Ketiga, investasi pahala dalam mengurus wanita. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa mengurus dua anak gadis sehingga keduanya berakal, maka aku dan ia akan masuk surga seperti dua jari ini.” (Shahih Jami’).

Keempat, wanita memiliki hak sebagaimana suami memiliki hak atasnya. (QS Al-Baqarah [2]: 228). Kelima, haram menuduh wanita Muslimah melakukan perzinaan. (QS An-Nur [24]: 4).

Keenam, kebebasan wanita memilih calon suami apabila sekufu (sebanding) dengannya. (HR Bukhari). Ketujuh, mahar itu adalah hak wanita. (QS An-Nisa’ [4]: 4). Kedelapan, seruan mengajarkan kepada wanita hal-hal yang bermanfaat baginya. (HR Bukhari).

Kesembilan, wanita berhak untuk berkarya. (QS An-Nisa’ [4]: 32). Kesepuluh, perintah untuk berhijab dan menutup aurat. Islam memuliakan kaum wanita, dan mewajibkan atasnya hijab guna menjaganya dari keburukan dan penglihatan manusia, serta memelihara masyarakat dari auratnya.

Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasannya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah SAW dengan pakaian tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan.” (HR Abu Dawud dan Baihaki).

Semoga Allah membimbing kita, para istri dan anak putri kita, tumbuh berkembang menjadi wanita-wanita yang salihah.  Aamiin.

Gus Cokro ST: 3 Golongan yang Akan Didiamkan Allah

Gus Cokro ST
Ada tiga golongan manusia yang pada hari kiamat tidak diajak bicara, tidak diampuni dosanya, dan tidak disapa (dilihat) sedikitpun oleh Allah. Mereka itu akan disiksa dengan azab yang sangat pedih. Mereka adalah orang lansia (lanjut usia) yang berzina, penguasa yang berdusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)
   
Hadis Nabi SAW tersebut, antara lain, mengingatkan kita untuk mawas diri, bersikap hati-hati, dan tidak mudah tergoda oleh aneka syahwat seperti syahwat seksual, dan syahwat kekuasaan politik dengan menghalalkan segala cara.
   
Syahwat berkuasa cenderung membutakan nurani, sikut sana sikut sini. Karena syahwat berkuasa, orang terjebak dalam perjudian politik, mindset yang serba permisif, dan melupakan nilai-nilai agama.

Akibatnya, korupsi menjadi budaya yang membiasa dan tanpa ada rasa dosa, padahal sebagian besar pelakunya termasuk orang yang beragama.

Syahwat berkuasa membuat orang berlomba-lomba memboroskan harta demi jabatan dan kekuasaan, tanpa memedulikan kemiskinan dan penderitaan sesama.

Syahwat berkuasa juga menjadikan harta dan singgasana sebagai tujuan, dengan mengesampingkan nilai keikhlasan, kesantunan, dan pengabdian.

Syahwat seksual juga tidak kalah bahayanya dengan syahwat berkuasa, jika tidak dimanej dengan baik. Sebab, tidak jarang, ketika harta melimpah dan kesempatan terbuka lebar, syahwat seksual menjadi komoditas: membeli kenikmatan wanita tanpa merasa berdosa.

Bahkan, demi melampiaskan syahwat kuasanya, tidak jarang gratifikasi seks menjadi pemulus dan pelicin jalan ambisi dan kepentingan kekuasaannya. Jika diperturutkan, nafsu syahwat itu memang tidak akan pernah puas dan tidak pernah ada habisnya.

Karena itu, syahwat harus dikendalikan, dimanej dengan iman, ilmu, dan amal shalih. Setidaknya ada lima nasehat bijak bagi (calon) penguasa agar syahwat berkuasanya tidak disalahgunakan.

Pertama, pentingnya menyadari dan memahami jabatan dan kekuasaan sebagai amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan (QS. an-Nisa’/4: 58), bukan kesempatan dan aji mumpung untuk memperkaya diri.

Teladan Umar bin Abdul Aziz pada hari pertama diangkat menjadi khalifah patut diikuti. Beliau mengumpulkan dan menyerahkan harta pribadi dan keluarganya kepada negara untuk dibagikan kepada yang berhak. Beliau melarang keluarganya agar tidak memanfaatkan kedudukannya demi kepentingan pribadinya (kolusi).

Kedua, keharusan mengutamakan kemasalahatan umat dan bangsa, bukan kepentingan pribadi, partai dan golongan. Kekuasaan itu mandat dari rakyat, dan harus diperjuangkan demi kesejahteraan, kebaikan, dan kemajuan semua.

Ketika mempimpin negara Madinah, Nabi SAW menginisiasi legislasi dan penandatangan Piagam Madinah (mitsaq al-Madinah), yang antara lain bertujuan menciptakan keamanan, kedamaian, toleransi, kerasama dalam rangka kebaikan dan kemaslahatan bersama antara kaum Muslimin dan warga Madinah yang plural.

Ketiga, kewajiban memahami betul bidang tugas dan ranah pengabdiannya. Pemimpin harus siap belajar dan mengerti persoalan-persoalan yang harus dicarikan solusinya. Karena pemimpin adalah pelayan rakyatnya (Sayyidul qaumi khadimuhu).

Oleh sebab itu, ia harus mendedikasikan, bahkan mewakafkan dirinya, untuk melayani dan membahagiakan rakyatnya. Visi pengabdiannya adalah menjadikan kekuasaan sebagai rahmat bagi semua,  bukan untuk melampiaskan kenikmatan syahwat duniawi.

Keempat, keharusan mengedepankan akhlak mulia. Nabi SAW sukses menjadi pemimpin rumah tangga, masyarakat, dan umatnya, antara lain, karena beliau selalu menunjukkan integritas dan keteladanan moral yang patut diteladani.

Beliau tidak pernah mengumbar nafsu syahwatnya secara liar dan tidak terkendali. Kejujuran, keikhlasan, kesederhanaan, kesetiakawanan, kepedulian, kerendahhatian, dan sifat-sifat terpuji lainnya menjadi perisai hatinya dalam mengemban amanah kepemimpinan.

Kelima, pentingnya etos bermusyawarah dalam rangka mencari solusi yang terbaik bagi umat dan bangsa. Hal ini berarti  pemimpin harus mau mendengar aspirasi rakyatnya, terbuka menerima kritik, dan adil dalam menetapkan kebijakan dan keputusan. “Dan hendaklah kalian memusyawarahkan urusan kalian…” (QS. Ali Imran [3]: 159).

Musyawarah yang jujur dan tulus dapat menjauhkan diri dari intrik dan manuver politik yang tidak sehat sekaligus menjadi penawar segala persoalan bersama.

Karena itu, budaya saling memberikan nasehat dalam rangka kebenaran dan kesabaran (QS. al-Ashr [103]:3) harus dikembangkan dalam mengemban amanah kekuasaan, agar seseorang tidak menjadi pemuas syahwat kekuasaan. Wallahu a’lam bish-shawab!

Gus Cokro ST: Bismillahirrahamanirrahim

Gus Cokro ST
Basmalah merupakan ayat pertama dari setiap awal surah dalam Alquran. Basmalah berjumlah 19 huruf. Setiap huruf mempunyai makna masing-masing. Dalam Alquran, setiap surat diawali dengan kata bismillahirrahamanirrahim.

Artinya, dengan menyebut nama (Allah) yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ayat tersebut memiliki berbagai macam manfaat dan tidak semua orang Muslim mengetahuinya. Allah SWT menganjurkan agar kita selalu membaca basmalah di setiap kegiatan.

Di antara manfaatnya adalah menghadirkan ketenangan hati manusia. Allah SWT selalu menganjurkan agar kita berzikir kepada-Nya. Dan, zikir paling mudah yang dapat dilakukan manusia adalah membaca basmalah.

Menyerukan basmalah juga merupakan wujud tawakal kita kepada Allah, mengharapkan kasih sayang-Nya, mengharapkan keridhaan dan keberkahan yang dimiliki-Nya pada setiap pekerjaan yang kita lakukan.

Dalam salah satu hadis dinyatakan, “Barang siapa yang melakukan suatu pekerjaan tanpa diiringi dengan basmalah maka keberkahan itu akan terputus”. Pada basmalah terdapat kata ar-Rahman dan ar-Rahim yang menjelaskan mengenai kasih sayang Allah yang begitu luas.

Siapa pun yang menginginkan ar-Rahman dan ar-Rahim dari Allah maka Allah selalu memberikannya. Ini tentu bagi siapa saja yang mau mendekati diri-Nya. Wujudnya adalah memberikan pertolongan kepada kita setiap dalam kesusahan.

Selain itu, Allah memberikan suatu keberkahan dalam setiap pekerjaan yang tak terduga dan memberikan perlindungan bagi umatnya yang sedang dalam musibah. Ar-Rahman dan ar-Rahim Allah juga mengajarkan kepada umat manusia untuk saling mengasihi.

Basmalah memiliki kekuatan yang sangat besar. Sayangnya, tak semua umat manusia mampu merasakan kekuatan kalimat tersebut. Allah mengajarkan agar umat Islam selalu mengucapkan basmalah ketika menjalankan setiap kegiatan.

Melalui basmalah, kita didorong untuk selalu mengingat Allah. Inilah kandungan dari basmalah yang mempunyai banyak makna dan tidak semua umat Islam mengetahui makna dari basmalah.

Iklan Ki Cokro ST






Gus Cokro ST: Monggo Belajar Qona'ah

Gus Cokro ST
Qana’ah berarti merasa cukup, puas, dan ridha (menerima) terhadap bagian rezki atau apapun yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada kita.
Orang yang qana’ah, menurut al-Jahizh, selalu merasa berkecukupan, tidak merasa kurang dengan terus mengeluh, dan tidak juga serakah dalam meraih kekayaan, kedudukan, dan jabatan, termasuk jabatan politik.

Karena  setiap manusia pada dasarnya sangat mencintai kekayaan/kedudukan duniawi (QS  Al-Adiyat [100]: 8). Qana’ah itu tak ubahnya seperti rem yang dapat mengendalikan nafsu duniawi dan syahwat politik menuju tawakkal dan bersyukur kepada Allah SWT.

Qana’ah dalam berbagai hal, termasuk jabatan politik, sangat penting menjadi benteng moral, terutama bagi penguasa dan calon penguasa.
Qana’ah merupakan manifestasi kecerdasan moral yang dapat memerdekakan seseorang dari penghambaan diri terhadap urusan duniawi yang menyilaukan dan tidak pernah memuaskan.

Sikap ini  juga menjadi terapi mental penyakit hati seperti: tama', hasad (iri hati), namimah (adu domba, provokasi), dan kebohongan publik.

Qana’ah juga dapat menumbuhkan kelapangan jiwa (legowo), zuhud (asketis), dan rasa percaya diri bahwa rezki dan rahmat Allah SWT itu maha luas, tidak terbatas pada kedudukan dan jabatan yang disandang seseorang.

Karena itu, belajar qana’ah dalam menjalani kehidupan ini merupakan salah satu bentuk pendakian spiritual yang sangat penting dalam rangka pendekatan diri kepada Allah SWT. Tanpa belajar qana’ah, manusia cenderung menjadi serakah, tama’ dan korup.
Lebih-lebih jika ketiadaan qana’ah itu disandingkan dengan kekuasaan politik, maka yang bersangkutan akan semakin tidak bisa mengendalikan dirinya dari korupsi dan memperkaya diri sendiri.

"Jika engkau mempunyai hati yang qana’ah, maka engkau dan pemilik dunia ini sama saja." Perkataan Imam Syafi'i ini senada dengan wasiat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu, "Qana’ah  itu merupakan kekayaan yang tidak pernah sirna."

Jabatan dan kekayaan itu datang silih berganti, dan tidak pernah abadi. “Siapa bersikap dan belajar qanaah, hidupnya selalu bahagia. Sebaliknya siapa berlaku tama’, ia akan menderita sepanjang masa,” demikian kata Imam Ibn al-Jauzi.

Belajar menjadi qana’ah sebenarnya tidak sulit. Menurut Ibrahim bin Muhammad  al-Haqil,  dalam bukunya, al-Qanaah Mafhumuha, Manafi’uha, al-Thariq Ilaiha, ada beberapa kiat menjadi qana’ah.

Pertama, pengakuan secara tulus bahwa Allah itu Mahaadil dalam membagi rezki bagi semua makhluk-Nya, termasuk manusia.
Rezeki yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak diukur menurut tingkat pendidikan, kedudukan, dan jabatan. Rezki tidak selalu berbanding lurus dengan status sosial, jabatan, dan jenjang pendidikan.

Kedua,  melatih diri untuk tidak iri dan dengki terhadap kelebihan dan kekayaan yang diberikan kepada orang lain. Sebab iri dan dengki hanya akan menambah penderitaan jiwa dan pengikisan amal kebajikan si pendengki.

Kekayaan yang diberikan oleh Allah merupakan ujian bagi yang menerimanya: apakah dia bisa memanfaatkan dan mensyukurinya dengan baik atau justeru mengingkarinya?

Ketiga, menyadari sepenuh hati jabatan dan kekayaan itu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.
Karena itu, ambisi berlebihan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, khususnya kekuasaan politik, hanya akan memperturutkan nafsu politik daripada mengedepankan kearifan dan peningkatan kinerja demi kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.

Keempat, menyikapi dan meresponi segala anugerah, kecil maupun besar, sedikit maupun banyak, dengan meningkatkan rasa syukur. Yakinilah bahwa yang membuat pemberian Allah itu bermakna dan bernilai tambah adalah syukur.

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim [14]: 7).

Bagaimana bisa mengarahkan hati untuk benar-benar qona'ah? bagaimana menjadikan sifat qona'ah sebagai senjata pelecut diri kita untuk bangkit dunia-akhirat? Mari kita belajar dan sharing bersama tentang segalanya menyangkut hal ikhwal qona'ah, Silahkan hubungi Gus Cokro ST di 08159852189 atau datang langsung ke Jln Raya Condet No.04 Cadnas Rindam Jaya Jakarta Timur.